Minggu, 03 April 2011

Kebijakan Nasional

Keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan masa Demokrasi Terpimpin,pemerintah menempuh cara :
Mengeluarkan Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan.
MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan, program stabilitas dan rehabilitasi, serta program pembangunan.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Stabilisasi berarti mengendalikan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak terus. Sedangkan rehabilitasi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Langkah-langkah yang diambil Kabinet AMPERA mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai berikut.
1) Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan, seperti :
- rendahnya penerimaan Negara
- tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran Negara
- terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank
- terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri
- penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana
2) Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
3) Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.

Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka ditempuh cara:
- Mengadakan operasi pajak
- Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang
- Penghematan pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan Negara
- Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor.
- Program Stabilisasi dilakukan dengan cara membendung laju inflasi.

Hasilnya bertolak belakang dengan perbaikan inflasi sebab harga bahan kebutuhan pokok melonjak namun inflasi berhasil dibendung (pada tahun akhir 1967- awal 1968)
Sesudah kabinet Pembangunan dibentuk pada bulan Juli 1968 berdasarkan Tap MPRS No.XLI/MPRS/1968, kebijakan ekonomi pemerintah dialihkan pada pengendalian yang ketat terhadap gerak harga barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta asing. Sejak saat itu kestabilan ekonomi nasional relatif tercapai sebab sejak 1969 kenaikan harga bahan-bahan pokok dan valuta asing dapat diatasi.
Program Rehabilitasi dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan berproduksi.
Selama 10 tahun mengalami kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana ekonomi dan sosial. Lembaga perkreditan desa, gerakan koprasi, perbankan disalah gunakan dan dijadikan alat kekuasaan oleh golongan dan kepentingan tertentu. Dampaknya lembaga tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyusun dan perbaikan tata hidup masyarakat.
Kerja Sama Luar Negeri
Keadaan ekonomi Indonesia pasca Orde Lama sangat parah, hutangnya mencapai 2,3-2,7 miliar sehingga pemerintah Indonesia meminta negara-negara kreditor untuk dapat menunda pembayaran kembali utang Indonesia. Pemerintah mengikuti perundingan dengan negara-negara kreditor di Tokyo Jepang pada 19-20 September 1966 yang menanggapi baik usaha pemerintah Indonesia bahwa devisa ekspornya akan digunakan untuk pembayaran utang yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku. Perundingan dilanjutkan di Paris, Perancis dan dicapai kesepakatan sebagai berikut.
Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun 1968 ditunda pembayarannya hingga tahun 1972-1979.
Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun 1969 dan 1970 dipertimbangkan untuk ditunda juga pembayarannya.
Perundingan dilanjutkan di Amsterdam, Belanda pada tanggal 23-24 Februari 1967. Perundingan itu bertujuan membicarakan kebutuhan Indonesia akan bantuan luar negeri serta kemungkinan pemberian bantuan dengan syarat lunak yang selanjutnya dikenal dengan IGGI (Inter Governmental Group for Indonesia). Melalui pertemuan itu pemerintah Indonesia berhasil mengusahakan bantuan luar negeri. Indonesia mendapatkan penangguhan dan keringanan syarat-syarat pembayaran utangnya.
Pembangunan Nasional
Dilakukan pembagunan nasional pada masa Orde Baru dengan tujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi Trilogi Pembagunan adalah sebagai berikut.
1) Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2) Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3) Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

Pelaksanaannya pembangunan nasional dilakukan secara bertahap yaitu :
• Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun
• Jangka pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan Lima Tahun), merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap pelita akan selalu saling berkaitan/berkesinambungan.
Selama masa Orde Baru terdapat 6 Pelita, yaitu :
1. Pelita I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru.
Tujuan Pelita I : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
Sasaran Pelita I : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Titik Berat Pelita I : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.
2. Pelita II
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran utamanya adalah tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.
3. Pelita III
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:
- Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan, dan perumahan.
- Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
- Pemerataan pembagian pendapatan
- Pemerataan kesempatan kerja
- Pemerataan kesempatan berusaha
- Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum perempuan
- Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
- Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

4. Pelita IV
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
5. Pelita V
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik beratnya pada sektor pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
6. Pelita VI
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.


KEBIJAKAN FISKAL
Di Indonesia, kebijakan fiscal mempunyai dua prioritas. Prioritas pertama adalah mengatasi deficit anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) dan masalah-masalah APBN lainnya. Deficit APBN terjadi apabila penerimaan pemerintah lebih kecil daripada pengeluarannya. Prioritas kedua adalah mengatasi masalah stabilitas ekonomi makro, yang terkaitnya dengan antara lain pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi,kesempatan kerja, dan neraca pembayaran.
Efek dari kebijakan fiskal terhadap ekonomi terdiri atas efek jangka pendek dan efek jangka panjang. Efek jangka pendek adalah efek awal atau langsung dari kebijakan itu sendiri, sedangkan efek jangka panjang adalah efek awal ditambah efek-efek selanjutnya atau disebut dengan efek pengali (multiplier) dari kebijakan tersebut. Misalnya, pemerintah mengurangi subsidi BBM, yang merupakan salah satu komponen dari pengeluaran rutin APBN.
Jika ekonomi sedang lesu, yang dicerminkan oleh laju pertumbuhan PDB yang menurun atau negatif, maka pemerintah berkewajiban sesuai fungsinya memberi insentif atau dorongan agar pertumbuhan kembali positif atau meningkat. Untuk tujuan tersebut, pemerintah lewat kebijakan fiscal punya dua opsi; menaikkan pengeluaran atau dan mengurangi tarif pajak pendapatan. Ini yang dimaksud dengan kebijakan fiscal ekspansif. Sebaliknya, kebijakan fiscal kontraktif adalah mengurangi pengeluaran atau meningkatkan pendapatan pajak lewat menaikkan tarif pajak.
Jadi, kesimpulannya adalah bahwa kebijakan fiscal ekspansif mempunyai efek positif terhadap ekonomi karena pendapatan atau PDB meningkat, tetapi juga berdampak terhadap peningkatan inflansi, karena sesuai hukum ekonomi, permintaan meningkat sementara penawaran tetap membuat harga naik lewat efek kelebihan permintaan.
Kebijakan fiscal ekspansif juga bias mengakibatkan kenaikan suku bunga yang disebabkan oleh peningkatan permintaan kredit yang didorong oleh kenaikan pendapatan. Jika kenaikan suku bunga terlalu tinggi akan berdampak negative terhadap pertumbuhan investasi didalam negeri. Apabila nilai pendapatan atau penurunan laju pertumbuhan PDB akibat penurunan investasi dama besarnya dengan nilai pendapatan yang meningkat karena peningkatan pengeluaran pemerintah, maka efek dari kebijakan fiscal tersebut menjadi nol; atau seperti yang disebut di buku-buku teks ekonomi makro, kebijakan fiscal tersebut telah menimbulkan efek crowding-out.

KEBIJAKAN MONETER
Uang mempunyai peran sentral di dalam perekonomian modern. Berbeda dengan zaman dahulu kala, sekarang ini tanpa uang tidak mungkin ekonomi bisa berjalan karena tidak ada permintaan atau konsumsi rumah tangga (C). Sedangkan disisi lain, teralu banyak uang beredar di masyarakat mengakibatkan terlalu banyak permintaan. Jika produksi atau penawaran di pasar terbatas, maka tingkat inflansi akan meningkat, dan inflansi yang terlalu tinggi akan berpengaruh negative terhadap pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, dapat di pahami betapa pentingnya kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas peredaran uang, jangan terlalu banyak dan juga jangan terlalu sedikit. Stabilitas uang yang beredar berarti stabilitas ekonomi dan yang terakhir ini merupakan kondisi paling kritis untuk perubahan output yang tinggi dan berkelanjutan.
Untuk mengetahui efektifitas dari kebijakan moneter terhadap ekonomi di Indonesia, perlu terlebih dahulu dipahami empat hal pokok. Pertama, mekanisme kerja dari pasar uang atau bagaimana terjadinya permintaan dan penawaran uang dan keseimbangan antara keduanya. Kedua, faktor-faktor utama yang mempengaruhi permintaan dan penawaran uang. Ketiga, system moneter Indonesia. Keempat, hubungan hubungan antara uang yang beredar dan pertumbuhan ekonomi.
Ada dua teori utama dari aliran klasik mengenai peran uang di dalam ekonomi, yakni teori kuantitas uang dan teori Cambridge. Dasar pemikiran dari teori kuantitas uang adalah bahwa uang hanya sebagai alat tukar dan perekonomian selalu dalam kondisi keseimbangan pada tingkat kesempatan kerja penuh. Sedangkan dasr pemikiran dari teori Cambridge adalah bahwa permintaan uang tetapi juga dipengaruhi oleh tiga factor lainnya, yaitu tingkat kekayaan seseorang tingkat bunga, dan ekspektasi seseorang tentang masa depan.




sumber :
- Zulkarnain Djamin
- shumaeroh5.blogspot

Tidak ada komentar:

Posting Komentar