Advokat
adalah seseorang yang berbicara atas nama orang lain, terutama dalam konteks
hukum. Tersirat dalam konsep ini adalah gagasan bahwa diwakili kekurangan
pengetahuan, keterampilan, kemampuan, atau berdiri untuk berbicara sendiri.
Setara dengan luas di berbagai jurisdiksi hukum berbasis bahasa Inggris adalah
“pengacara”.
Advokat
mengabdikan dirinya serta kewajibannya kepada kepentingan masyarakat dan bukan
semata-mata karena kepentingannya sendiri. Advokat juga turut serta dalam
menegakkan hak-hak azasi manusia baik tanpa imbalan maupun dengan imbalan.
Advokat mengabdikan dirinya kepada kepentingan masyarakat dan demi penegakan
hukum yang berdasarkan kepada keadilan, serta turut menegakkan hak-hak asasi
manusia. Di samping itu, advokat bebas dalam membela, tidak terikat pada
perintah kliennya dan tidak pandang bulu terhadap terhadap kasus yang
dibelanya. Dalam membela kliennya advokat tidak boleh melanggar aturan
hukum yang berlaku. Tidak boleh melanggar prinsip moral, serta tidak boleh
merugikan kepentingan orang lain.
Advokat
dalam menjalankan profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung
jawabnya berpegang pada Kode Etik Profesi dan Peraturan Perundang-undangan
(Pasal 15 UU Advokat). Kemudian di dalam Pasal 26 Ayat (2) UU Advokat juga
diatur bahwa advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi advokat dan
ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
Hubungan
yang paling mendasar dalam hubungan advokat-klien adalah saling percaya (reciprocal
trust). Dalam hubungan tersebut, klien percaya bahwa advokat menangani dan
melindungi kepentingannya (klien) dengan professional dan penuh keahlian,
memberikan nasihat-nasihat yang benar, serta tidak akan melakukan hal-hal yang
akan merugikan kepentingan kliennya tersebut.
Di
pihak lain, advokat berharap kejujuran dari klien dalam menjelaskan semua fakta
mengenai kasus yang dihadapinya kepada advokat. Advokat juga berharap klien
mempercayai bahwa advokat menangani dan membela kepentingan klien dengan
profesional dan dengan segala keahlian yang dimilikinya.
Kepercayaan
yang diperoleh advokat dari klien menerbitkan kewajiban bagi advokat untuk
menjaga kerahasiaan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari kliennya.
Kewajiban advokat untuk menjaga kerahasiaan dalam hubungan advokat-klien diatur
secara tegas baik di dalam UU Advokat (Pasal 19 Ayat [1]) maupun di dalam KEAI (Pasal
4 huruf A).
Dalam
hubungan antara advokat-klien mungkin ada yang tidak memiliki hubungan baik. Tindakan
advokat yang sebelumnya mewakili anda dalam suatu perkara, kemudian yang
bersangkutan mundur sebagai kuasa hukum anda dan berbalik menjadi kuasa hukum bagi
lawan berperkara anda pada kasus yang sama, dalam hal ini tidak dibenarkan
secara etik. Alasannya adalah dengan menjadi kuasa hukum lawan berperkara untuk
kasus yang sama, maka advokat tersebut berpotensi melanggar kewajiban
menjaga rahasia klien sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Ayat (1) UU Advokat dan
Pasal 4 huruf H KEAI (Kode Etik Advokat Indonesia).
Dalam Pasal
19 Ayat (1) UU Advokat dinyatakan bahwa advokat wajib merahasiakan segala
sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari kliennya karena hubungan profesinya,
kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
Pasal
4 huruf H KEAI menyatakan bahwa advokat wajib memegang rahasia jabatan
tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien secara kepercayaan dan wajib
tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara advokat dan klien
itu. Jadi, kewajiban advokat untuk menjaga kerahasiaan klien tetap ada walaupun
advokat tersebut telah mundur sebagai kuasa hukum atau setelah berakhir
hubungan advokat-klien.
Adapun
pencemaran nama baik diatur antara lain di dalam Pasal 310 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berbunyi:
(1) Barang
siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan
sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam
karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika
hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan
atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(3) Tidak
merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan
demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Sumber:
·
hukumonline.com
·
lawyersinbali.wordpress.com