Dalam
tulisan dan karangan, orang ingin membuktikan apa yang ia tulis dan katakan itu
sah dan dapat diterima. Untuk mencapai pada satu kesimpulan yang sah itu perlu
penalaran. Penalaran merupakan suatu proses untuk mencapai satu kesimpulan yang
masuk akal atau logis berdasarkan kenyataan-kenyataan atau pernyataan-pernyataan
yang masuk akal.
Penalaran
yang bersifat deduktif bersumber dari satu pernyataan yang bersifat umum dan
satu pernyataan yang bersifat khusus. Pernyataan yang bersifat umum disebut Premis Mayor dan pernyataan yang
bersifat khusus disebut premis minor.
Dengan dasar dua premis itu dihasilkan kesimpulan
yang logis dan sah.
Contoh :
1.
PM
(Premis Mayor) Semua orang Jawa adalah
orang Indonesia
pm
(premis minor) Astuti adalah orang
Jawa
Jadi,
Astuti adalah
orang Indonesia
2.
PM
(Premis Mayor) Semua mahasiswa adalah
tamatan SMA
pm
(premis minor) Josef adalah
mahasiswa
Jadi, Josef adalah
tamatan SMA
Penalaran
secara deduktif ini secara klasik disebut satu proses berpikir silogistik.
Proses itu sendiri disebut Silogisme.
Jika kita uraikan secara bahasawi dengan menggunakan fungsi subyek dan predikat
sebagai dalil, maka dapatlah dikatakan bahwa subyek pada premis mayor harus
menjadi predikat dalam premis minor dan kesimpulan yang logis akan terdiri dari
subyek premis minor sebagai subyek kesimpulan dan predikat premis mayor akan
menjadi predikat kesimpulan.
1.
Silogisme
Katagorial
Silogisme
kaatagorial merupakan pernyataan-pernyataan yang umum dan khusus dan berdasarkan
pernyataan itu orang mengambil kesimpulan yang logis atau masuk logis atau masuk
akal.
Semua mahasiswa
adalah tamatan SMA
Josef adalah
mahasiswa
Josef adalah
tamatan SMA
Ada
beberapa syarat untuk menguji kesahan sebuah kesimpulan secara silogistik.
Beberapa syarat perlu diberikan dibawah ini karena sepintas tampak kesahan
penarikan kesimpulan itu. Akan tetapi setelah diuji, ia malah tidak sah.
· Sebuah
silogisme dengan kesimpulan yang sah jika ia memilki tiga proporsi, yakni
premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
· Suku
tengah harus didistribusikan paling kurang dalam satu premis.
· Jika
satu premis bersifat negatif atau khusus, maka kesimpulan harus bersifat
negatif dan khusus.
·
Orang
tidak dapat mengambil kesimpulan dari dua premis yang bersifat negatif.
· Orang
tidak dapat mengambil kesimpulan yang sah dari dua premis yang bersifat khusus.
2.
Silogisme
Hipotesis
Silogisme
hipotesis pun terdiri dari premis mayor, premis minor, dan kesimpulan. Akan
tetapi premis mayor bersifat hipotesis atau pengandaian dengan jika . . .
kondisi tertentu itu terjadi, maka kondisi yang lain akan menyusul atau
terjadi. Premis minor menyatakan kondisi pertama terjadi atau tidak terjadi.
Kesimpulan pun akan menyatakan apakah kondisi kedua terjadi atau tidak terjadi.
Kondisi pertama disebut anteseden dan
kondisi kedua disebut konsekuensi.
Contoh :
Jika saya tidak
lulus, saya akan keluar
(anteseden) (konsekuensi)
Jika para
pelajar tidak mengeluh, itu menunjukan bahwa sekolah kita berjalan dengan
efisien.
(anteseden) (konsekuensi)
Untuk
menguji kesalahan silogisme hipotesis ini premis minor hanya mempunyai dua
kemungkinan. Premis minor menyatakan “ya” kepada salah satu kondisi premis
mayor dan premis minor menyatakan “tidak” kepada salah satu kondisi premis
mayor.
Jika
sebuah buku memenangkan hadiah Adinegoro, buku itu pasti baik.
Buku
itu memenangkan hadiah Adinegoro.
Jadi,
buku itu pasti baik.
Disini silogisme
dan kesimpulan ini sah. Premis minor menyatakan “ya” kepada kondisi premis
mayor.
Jadi anak-anak dilalaikan, mereka
akan menderita problem emosional.
Anak-anak tidak menderita problem
emosional.
Jadi, anak-anak tidak dilalaikan.
Disini premis
minor menyatakan “tidak” kepada salah satu kondisi premis mayor. Jadi,
kesimpulan itu sah.
3.
Masalah
dalam Silogisme Hipotesis
Jika ia tidak lulus,
ia akan keluar.
Ia tidak lulus.
Jadi, ia akan
keluar.
Pertanyaan
yang muncul ialah “jika ia lulus ujian?”
Apakah
ia tidak akan keluar? Hal ini tidak dapat dijawab atau diberikan konklusi
karena tidak disebutkan dalam premis mayor. Hal yang perlu diperhatikan disini
ialah: jika A, maka B; tetapi jika tidak A, orang tidak dapat mengambil
kesimpulan! Disini perlu diperhatikan jika
dan hanya jika.
Tiga kemungkinan
silogisme hipotesis dapat dirangkumkan sebagai berikut :
Ø Jika A terjadi,
B harus terjadi; kesimpulan bahwa B akan terjadi jika A terjadi sah.
Ø Jika konsekuensi
Bterjadi, jika belum yakin mengapa itu terjadi. Karena itu kita tidak dapat mengambil kesimpulan dari B bahwa kondisi A terpenuhi.
Ø Jika konsekuensi
B tidak terjadi, kita dapat berkesimpulan bahwa kondisi A tidak terpenuhi pula.
4.
Silogisme
Alternatif
Tipe
silogisme ini memasangkan dua pernyataan dan mengatakan jika yang satu tidak
benar, maka yang lain akan terjadi atau ada.
Model
PM : atau A atau
B
pm : bukan A
(atau bukan B)
k : jadi, B (atau A)
Contoh : Atau minyak habis sumbunya pendek.
Minyak tidak habis.
Jadi,
sumbu itu pendek.
5.
Silogisme
Disjunktif
Tipe silogisme
disjunktif membuat pernyataan yang saling mengucilkan dan menyatakan jika yang
satu benar, maka yang lain salah.
Model
PM : tidak A
maupun B
Pm : A (atau B)
K : jadi, bukan B (atau A)
Contoh
PM : ia diskors
dari sekolah dan paling nakal.
Pm : ia paling
nakal
K : ia diskors dari sekolah
Silogisme
disjunktif membolehkan dan memungkinkan satu kesimpulan hanya apabila satu dari
dua pernyataan itu dipastikan dalam premis minor.
Sumber : Jos Daniel Parera, "Belajar Mengemukakan Pendapat"